Jumat, 25 April 2014

BAB IV HUKUM PERIKATAN


BAB IV
HUKUM PERIKATAN
1.     Pengertian Hukum perikatan
Hukum perikatan yang dalam bahasa belanda dikenal dengan sebutan verbintenis ternyata memiliki arti yang lebih luas daripada perjanjian. Hal ini disebabkan karenahukum perikatan juga mengatur suatu hubungan hukum yang tidak bersumber dari suatu persetujuan atau perjanjian. Hukum perikatan yang demikian timbul dari adanya perbuatan melanggar hukum dan perkataan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan .
Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih didalam lapangan harta kekayaandimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi. Sedangkan perjanjian adalah perbuatan hukum.
beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli terkait dengan pengertian hukum perikatan sebagai berikut:
Hukum perikatan menurut Pitlo adalah
suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu memiliki hak (kreditur) dan pihak yang lain memiliki kewajiban (debitur) atas suatu prestasi�.
Hukum perikatan menurut  Hofmann adalah
suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Sementara pengertian hukum perikatan yang umum digunakan dalam ilmu hukum adalah:
suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang yang memberi hak kepada pihak yang satu untuk menuntut sesuatu barang dari pihak yang lainnya sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut adalah pihak yang berpihutang (kreditur) sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang (debitur) sementara barang atau sesuatu yang dapat dituntut disebut dengan prestasi .
2.     Dasar Hukum Perikatan

Dasar Hukum Perikatan Berdasarkan KUHP Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :

1.)     Perikatan yang timbul dari persetujuan
2.)     Perikatan yang timbul dari undang-undang. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH
          Perdata: ”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja atau
          dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

a.       Perikatan terjadi karena undang-undang semata yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan.
b.       Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia 
3.)      Perikatan yang terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
           (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).

3.     Azas-azas dalam Hukum Perikatan


Azas azas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :

a.       Asas Kebebasan Berkontrak
 Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 
b.       Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Syarat dalam perjanjian adalah sebagai berikut:
·         Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan
·          Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian
·          Mengenai Suatu Hal Tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci
·         Suatu sebab yang Halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan yang diperbolehkan
          oleh undang-undang, kesusilaan.

4.     Wanprestasi dan akibat-akibatnya

Pada umumnya semua kontrak diakhiri dengan pelaksanaan.  Memenuhi perjanjian atau hal-hal yag harus dilaksanakan disebut prstasi. Apabla prestasi itu dilaksanakan, maka kewajiban para pihak berakhir. Namun sebaliknya jika si berutang atau debitur tidak melaksanakannya maka ia disebut wanprestasi.

Secara sederhana wanprestasi adalah tidak melakukan prestasi, atau melakukan prestasi, tetapi yang dilaksanakan tidak tepat waktu, dan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Dalam restatement of the law of contracts (Amerika Serikat), wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua yaitu total breach dan partial breachts.
Total breachts artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan, sedangkanpartial breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untk dilaksanakan.
Dalam bahasa belanda wanpretasi diartikan pengurusan buruk, _wanhebeer: pengurusan buruk_wandaad: perbuatan buruk.
Wanpretasi dapat berupa:
·         Sama sekali tidak memenuhi prestasi;
·         Prestasi yang dilakukan tidak sempurna;
·         Terlambat memenuhi prestasi;
·         Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.
Berdasarkan pembagian wanprestasi di atas ada dua kemungkinan yang dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan yaitu pembatalan dan pemenuhan kontrak.

Jika diuraikan lebih lanjut, kemungkinan akibat dari wanpretasi itu dibagi menjadi empat:
Ø  Pembatalan kontrak saja;
Ø  Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi;
Ø  Pemenuhan kontrak saja;
Ø  Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi.
Tidak selamanya debitur mesti memenuhi prestasi, oleh karena debitur dapat  mengajukan tangkisan untuk membebaskan diri dari akbat buruk dari wanprestasi tersebut.
Tangkisan atau pembelaan dapat berupa:
1.       Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena keadaan terpaksa misalnya A melakukan kontrak jual beli semen dengan si B, untuk mengantar semen tersebut harus melalui laut, tapi ombak masih besar, sehingga semen tersebut belum dapat diantar, kalaupun menggunakan pesawat terbang untuk mengantar semen tersebut akan menghabiskan biaya yang mahal. Maka ditunggu sampai ombak atau syarat berlyar terpenuhi.
2.       Tidak dipenuhinya kontrak terjadi karena pihak lain juga wanprestasi (excepptio non adimplei contractus), misalnya Si A belum membayar sisa pinjaman atas utang mobil yang dibelinya dari B, oleh karena Si B belum menyerahkan juga BPKB mobil tersebut.
3.       Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena pihak lawan telah melepaskan haknya atas pemenuhan  pretasi, misalnya Si A mengirim beras kepada Si B yang mutunya lebih rendah dari pada beras yang biasanya dikirim, namun si B masih memesan beras yang sama lagi tanpa mengajukan protes terhadap kualitas beras yang dikirim sebelumnya (baca: beras yang mutunya rendah).


1.      Ingkar Janji (Wanprestatie)

wujud dari tidak memenuhi perikatan itu ada tiga macam, yaitu :
- Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan atau perjanjian
- Debitur tidak tunai melaksanakan perikatan atau perjanjian
- Debitur terlambat memenuhi perikatan atau perjanjian
- Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan atau perjanjian

Dalam kata lain wanprestasi dapat berupa :
o   Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukan
o   Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi tidak sempurna
o   Malaksanakan apa yang dijanjikan tapi tidak tepat waktu
o   Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Ingkar atau Cidera Janji bisa dipahami dengan makna Suatu keadaan tidak terlaksananya suatu perjanjian dikarenakan  kesalahan/kelalaian para pihak atau salah satu pihak.
2.      Pernyataan Lalai (ingebreke stelling)

Akibat yang sangat penting dari tidak dipenuhinya perikatan ialah kreditur dapat meminta ganti rugi atas biaya rugi dan bunga yang dideritanya. Adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur, maka Undang- undang menentukan bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan berada dalam keadaan lalai (ingebreke stelling).

“Lembaga “Pernyataan Lalai” ini adalah merupakan upaya hukum untuk sampai kepada sesuatu fase, dimana debitur dinyatakan “ingkar janji” (pasal 1238 KUH Perdata).

“ yang berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akte sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demikian perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa siberutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan” (pasal 1238 KUH Perdata)
Akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :
a.        Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
b.       Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian.
c.       Peralihan Risiko
Kreditur dapat memilih diantara beberapa kemungkinan tuntutan sebagaimana disebut dalam pasal 1267 BW yaitu :
§  Pemenuhan perikatan
§  Pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian
§  Ganti kerugian
§  Pembatan perjanjian timbal balik
§  Pembatalan dengan ganti kerugian.

5.     Hapusnya Perikatan

Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
1.       Karena pembayaran
2.       Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3.       Karena adanya pembaharuan hutang
4.       Karena percampuran hutang
5.       Karena adanya pertemuan  hutang
6.        Karena adanya pembebasan hutang
7.        Karena musnahnya barang yang terhutang
8.        Karena kebatalan atau pembatalan
9.       Karena berlakunya syarat batal
10.     Karena lampau waktu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar