Jumat, 28 Maret 2014

Bab 3 Hukum Perdata


Bab 3
Hukum Perdata

1.  Hukum Perdata Yang Berlaku Di Indonesia

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Untuk peraturan tertulis di Indonesia, lihat Peraturan perundang-undangan Indonesia.
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan.
Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,[1] yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.

 Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi.
Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu :
Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.


Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Hukum acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata. Dalam hukum acara perdata, dapat dilihat dalam berbagai peraturan Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh Reglement/HIR, RBG, RB,RO).

2.  Sejarah Singkat Hukum Perdata

PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga. Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain. 

SEJARAH KUH PERDATA (BW)

           Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang dikenal dengan istilah Bugerlijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
KUH Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan sebagian besar bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi KUH Perdata selesai pada 5 Juli 1830, namun diberlakukan di negeri Belanda pada 1 Oktober 1838. pada tahun itu diberlakukan juga KUH Dagang (WVK).
Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil. Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. scholten van Oud Haarlem lagi, tatapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes. Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata Indonesia berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Artinya KUH Perdata Belanda banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam kodifikasi KUH Perdata Indonesia.
Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui Statsblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 Januari 1848. kiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan kawan-kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne, Directueur Lands Middelen en Nomein. Oleh karenanya, ia juga turut berhasa dalam kodifikasi tersebut.

3.  Pengertian & Keadaan Hukum Di Indonesia

Yang dimaksud dengan Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat.
Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Untuk Hukum Privat materiil ini ada juga yang menggunakan dengan perkataan Hukum Sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan Hukum Privat materiil (Hukum Perdata Materiil).


Dan pengertian dari Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar peseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Di dalam pengertian sempit kadang-kadang Hukum Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.
Keadaan Hukum di Indonesia
Mengenai keadaan Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna.
Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
1) Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa.
2) Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihay, yang pada pasal 163.I.S, yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
a. Golongan Eropa dan yang dipersamakan
b. Golongan Bumi Putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab). 

4. Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia

Sistematika Hukum Perdata
1.) Sistematika Hukum Perdata dalam KUHPerdata:
    I.        hukum tentang orang/ van personen (dalam buku I BW); pasal 1 pasal 498
  II.        hukum tentang benda/ van zaken (buku II BW); pasal 499 pasal 1232
III.        hukum perikatan/ van verbintenissen (buku III BW); dan pasal 1233 pasal 1864
 IV.        pembuktian dan daluarsa/ van bewij en veryaring (buku IV BW) pasal 1865 pasal 1993
2.)Sistematika Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuanhukum :
1. Hukum Perorangan
- Mengenai orang sebagai subjek hukum
- Mengenai orang yang punya hak dan kewajiban
2. Hukum Keluarga
3. Hukum perkawinan
4. Hukum yang mengatur hubungan antara orangtua dan anak
5. Hukum tentang perwalian
6. Hukum tentang pengampuan
(Pasal 433 kuhperdata) Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan.
7. Hukum Kekayaan
Relatif â hukum perikatan
Absolut â hukum kebendaan
8. Hukum Waris
9. Hukum kebendaan
  
SEJARAH DAN PLURALISME HUKUM PERDATA DI INDONESIA

Sebelum Kemerdekaan
Hukum perdata Indonesia berasal dari Code Civil le Francais yang dikodifikasikan tahun 1804, dan tahun 1807 diundangkan sebagai Code Napoleon.
Kemudian diadopsi oleh Belanda, yang membuat Burgerlijk Wetboek (BW), yang diundangkan tahun 1837
Berdasarkan asas konkordansi, maka BW juga berlaku bagi orang-orang Belanda/ Eropha yang berada di wilayah Hindia Belanda (Indonesia sebelum merdeka).
Belanda mengupayakan adanya unifikasi hukum perdata di Indonesia, tetapi tidak berhasil, karena adanya hukum adat (yang berdasarkan penelitian Van Volen Hoven, terdapat 19 wilayah hukum adat di Indonesia)
Pluralisme Hukum Perdata di Indonesia Berdasarkan pasal 163 IS bahwa penduduk hindia belanda, dibagi menjadi:
Golongan Eropha, yaitu orang-orang belanda dan eropha yang buka belanda --- bagi mereka berlaku BW
Golongan Timur Asing, yang dibagi menjadi golongan Tionghoa yaitu Cina --- --- berlaku bagi mereka BW kecuali dalam masalah perkawinan dan adopsi; dan non Tionghoa seperti Arab, Pakistan dll. --- berlaku bagi mereka BW kecuali dalam masalah perkawinan dan kewarisan
Golongan pribumi yaitu penduduk hindia belanda (Indonesia) asli, berlaku bagi mereka hukum adat.
Dan dalam perkembangannya, terjadi legislasi UU Perkawinan tahun 1974, yang dianggap sebagai hukum Islam keindonesiaan; KHI sebagai rujukan hakim PA dalam menyelesaikan masalah bagi umat Islam, dan sebagainya, sehingga berlaku juga hukum Islam.
Maka, Pluralisme hukum perdata di Indonesia tidak dapat dipungkiri, yaitu adanya BW, hukum adat, dan hukum Islam.
  
Sesudah kemerdekaan
Menjelang kemerdekaan, terdapat upaya untuk membuat kodifikasi hukum perdata Indonesia oleh para tokoh Indonesia, namun belum berhasil.
Berdasarkan aturan Peralihan dalam UUD 1945, bahwa semua peraturan yang ada tetap berlaku selama belum ada peraturan baru yang mencabutnya, sehingga BW masih dianggap berlaku.
Berdasarkan Surat Edaran MA no 3 tahun 1963, dihimbau bahwa hendaknya BW tidak dianggap sebagai kitab Undang-undang, melainkan hanya sebagai kitab hukum (yang sejajar dengan doktrin).
Instruksi Presidium Kabinet no. 31/U/12/1966, instruksi kepada Menteri Kehakiman dan Catatan Sipil, untuk tidak memberlakukan penggolongan penduduk.
Status BW Berdasarkan Surat Edaran MA no 3 tahun 1963, dihimbau bahwa hendaknya BW tidak dianggap sebagai kitab Undang-undang, melainkan hanya sebagai kitab hukum (yang sejajar dengan doktrin).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar