Bab 3
Hukum Perdata
1. Hukum
Perdata Yang Berlaku Di Indonesia
Hukum Perdata
adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu
dalam masyarakat.Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal
pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum
perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common law) tidak dikenal pembagian semacam
ini.
Hukum perdata
Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan
hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum
yang paling sempurna.
Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Untuk peraturan tertulis di Indonesia, lihat Peraturan
perundang-undangan Indonesia.
Hukum di Indonesia
merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada
hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia
yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda
(Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia
menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di
bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan.
Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,[1] yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.
Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,[1] yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum.
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari
hukum publik.
Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum
perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di
Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk
Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas
konkordansi.
Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama
Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri
disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa
penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer)
terdiri dari empat bagian yaitu :
Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum
perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai
timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan,
keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian
perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku
dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum
benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum
yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan.
Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak
(misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud
yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda
berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih
atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang
agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum
perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini
sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang
hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang
jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari
(ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian),
syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang
perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai
acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa
dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak
dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam
mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan
pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai
acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di
Indonesia.
Hukum acara perdata Indonesia adalah hukum yang
mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam
lingkup hukum perdata. Dalam hukum acara perdata, dapat dilihat dalam berbagai
peraturan Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh Reglement/HIR, RBG,
RB,RO).
2. Sejarah
Singkat Hukum Perdata
PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Hukum perdata ialah
aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain
yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat
maupun pergaulan keluarga. Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata
material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur
kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal
mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh
orang lain.
SEJARAH KUH PERDATA (BW)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang
dikenal dengan istilah Bugerlijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata
yang disusun di negeri Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh
Hukum Perdata Prancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun
berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap
sebagai hukum yang paling sempurna.
KUH Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia
yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan sebagian besar bersumber dari Code
Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi KUH Perdata selesai pada 5
Juli 1830, namun diberlakukan di negeri Belanda pada 1 Oktober 1838. pada tahun
itu diberlakukan juga KUH Dagang (WVK).
Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud Haarlem
diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr.
Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.
Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. scholten van Oud Haarlem
lagi, tatapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes.
Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata Indonesia
berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Artinya KUH Perdata Belanda banyak
menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam
kodifikasi KUH Perdata Indonesia.
Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada
30 April 1847 melalui Statsblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 Januari 1848.
kiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW)
Indonesia ini Scholten dan kawan-kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne,
Directueur Lands Middelen en Nomein. Oleh karenanya, ia juga turut berhasa
dalam kodifikasi tersebut.
3. Pengertian
& Keadaan Hukum Di Indonesia
Yang dimaksud dengan
Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam
masyarakat.
Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Untuk Hukum Privat materiil ini ada juga yang menggunakan dengan perkataan Hukum Sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan Hukum Privat materiil (Hukum Perdata Materiil).
Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Untuk Hukum Privat materiil ini ada juga yang menggunakan dengan perkataan Hukum Sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan Hukum Privat materiil (Hukum Perdata Materiil).
Dan pengertian dari Hukum Privat (Hukum Perdata
Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar
peseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang
bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban
seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap
orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum
Perdata Formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP (Hukum Acara
Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan
yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan
perdata.
Di dalam pengertian sempit kadang-kadang Hukum Perdata
ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.
Keadaan Hukum di Indonesia
Mengenai keadaan Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia
dapat kita katakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna.
Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
1) Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat
bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia terdiri dari berbagai suku
bangsa.
2) Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihay, yang
pada pasal 163.I.S, yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
a. Golongan Eropa dan yang dipersamakan
b. Golongan Bumi Putera (pribumi/bangsa Indonesia
asli) dan yang dipersamakan.
c. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
4. Sistematika Hukum Perdata
Di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata
1.) Sistematika
Hukum Perdata dalam KUHPerdata:
I.
hukum tentang orang/ van personen (dalam buku I BW);
pasal 1 – pasal
498
II.
hukum tentang benda/ van zaken (buku II BW); pasal 499
– pasal
1232
III.
hukum perikatan/ van verbintenissen (buku III BW); dan
pasal 1233 – pasal
1864
IV.
pembuktian dan daluarsa/ van bewij en veryaring (buku
IV BW) pasal 1865 – pasal
1993
2.)Sistematika
Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuanhukum :
1. Hukum
Perorangan
- Mengenai
orang sebagai subjek hukum
- Mengenai
orang yang punya hak dan kewajiban
2. Hukum
Keluarga
3. Hukum
perkawinan
4. Hukum
yang mengatur hubungan antara orangtua dan anak
5. Hukum
tentang perwalian
6. Hukum
tentang pengampuan
(Pasal 433 kuhperdata) Setiap orang dewasa, yang
selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di
bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya.
Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan.
7. Hukum
Kekayaan
Relatif â hukum perikatan
Absolut â hukum kebendaan
8. Hukum
Waris
9. Hukum
kebendaan
SEJARAH DAN PLURALISME HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Sebelum Kemerdekaan
• Hukum
perdata Indonesia berasal dari Code Civil le Francais yang dikodifikasikan
tahun 1804, dan tahun 1807 diundangkan sebagai Code Napoleon.
•
Kemudian diadopsi oleh Belanda, yang membuat Burgerlijk Wetboek (BW), yang
diundangkan tahun 1837
•
Berdasarkan asas konkordansi, maka BW juga berlaku bagi orang-orang Belanda/
Eropha yang berada di wilayah Hindia Belanda (Indonesia sebelum merdeka).
• Belanda
mengupayakan adanya unifikasi hukum perdata di Indonesia, tetapi tidak
berhasil, karena adanya hukum adat (yang berdasarkan penelitian Van Volen
Hoven, terdapat 19 wilayah hukum adat di Indonesia)
Pluralisme Hukum Perdata di Indonesia• Berdasarkan pasal 163 IS bahwa
penduduk hindia belanda, dibagi menjadi:
•
Golongan Eropha, yaitu orang-orang belanda dan eropha yang buka belanda ---
bagi mereka berlaku BW
• Golongan
Timur Asing, yang dibagi menjadi golongan Tionghoa yaitu Cina --- --- berlaku
bagi mereka BW kecuali dalam masalah perkawinan dan adopsi; dan non Tionghoa
seperti Arab, Pakistan dll. --- berlaku bagi mereka BW kecuali dalam masalah
perkawinan dan kewarisan
•
Golongan pribumi yaitu penduduk hindia belanda (Indonesia) asli, berlaku bagi
mereka hukum adat.
• Dan
dalam perkembangannya, terjadi legislasi UU Perkawinan tahun 1974, yang
dianggap sebagai “hukum
Islam keindonesiaan”; KHI
sebagai rujukan hakim PA dalam menyelesaikan masalah bagi umat Islam, dan
sebagainya, sehingga berlaku juga hukum Islam.
• Maka,
Pluralisme hukum perdata di Indonesia tidak dapat dipungkiri, yaitu adanya BW,
hukum adat, dan hukum Islam.
Sesudah kemerdekaan
•
Menjelang kemerdekaan, terdapat upaya untuk membuat kodifikasi hukum perdata
Indonesia oleh para tokoh Indonesia, namun belum berhasil.
•
Berdasarkan aturan Peralihan dalam UUD 1945, bahwa semua peraturan yang ada
tetap berlaku selama belum ada peraturan baru yang mencabutnya, sehingga BW
masih dianggap berlaku.
•
Berdasarkan Surat Edaran MA no 3 tahun 1963, dihimbau bahwa hendaknya BW tidak
dianggap sebagai kitab Undang-undang, melainkan hanya sebagai kitab hukum (yang
sejajar dengan doktrin).
•
Instruksi Presidium Kabinet no. 31/U/12/1966, instruksi kepada Menteri
Kehakiman dan Catatan Sipil, untuk tidak memberlakukan penggolongan penduduk.
Status BW •
Berdasarkan Surat Edaran MA no 3 tahun 1963, dihimbau bahwa hendaknya BW tidak
dianggap sebagai kitab Undang-undang, melainkan hanya sebagai kitab hukum (yang
sejajar dengan doktrin).
REFERENSI : http://id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_di_Indonesia
http://varia.dosen.narotama.ac.id/2012/02/06/pengertian-keadaan-hukum-indonesia
http://universitashukumindonesia.blogspot.com/p/hukum-perdata.html?m=1
http://universitashukumindonesia.blogspot.com/p/hukum-perdata.html?m=1
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_di_Indonesia
http://varia.dosen.narotama.ac.id/2012/02/06/pengertian-keadaan-hukum-indonesia
http://universitashukumindonesia.blogspot.com/p/hukum-perdata.html?m=1
http://universitashukumindonesia.blogspot.com/p/hukum-perdata.html?m=1